Para filosof membuktikan adanya beragam dimensi pada diri manusia. Pada tahapan pertama, mereka membuktikan adanya “dwi dimensi” yang dimiliki oleh manusia dan menjabarkan argumentasi untuk dimensi non-materi-nya, dengan mengatakan bahwa materi memiliki tiga karakteristik, pertama mengalami perubahan, kedua bisa dibagi, dan ketiga memiliki dimensi ruang dan waktu. Jika ketiga sifat ini diperoleh pada suatu realitas, berarti realitas tersebut adalah materi, dan apabila ketiga karakteristik materi ini tidak ditemukan pada sebuah realitas, maka realitas tersebut adalah non-materi atau metafisika. Dan karena jiwa manusia sama sekali tidak memiliki ketiga karakteristik tersebut, jadi jiwa manusia merupakan sebuah realitas non-materi dan metafisik.
Jadi, karena apa yang dipelajari oleh jiwa pada masa kanak-kanak secara permanen diketahuinya hingga usia lanjut, berarti apa yang diketahuinya tersebut konstan dan tidak berubah. Demikian juga dengan jiwa manusia yang merupakan esensi tak berkomposisi (basith), invisible, dan tak bisa dibagi, dengan arti bahwa tidak bisa digambarkan bahwa kesempurnaan ruhani sebagaimana keberanian dan ilmu manusia, bisa dibagi menjadi dua bagian. Tentu saja masing-masing kesempurnaan ini memiliki tingkatan dan antara tingkatan lemah dan tingkatan kuat terdapat perbedaan yang sangat jelas, tingkatan ilmu dan keberanian yang lemah bukan merupakan setengah dari ilmu dan keberanian. Jadi, apabila segala kesempurnaan jiwa tidak bisa dibagi, maka dikatakan bahwa jiwa pun mustahil terbagi. Baca lebih lanjut