Fungsi Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan salah satu cabang dari filsafat. Oleh karena itu, fungsi filsafat ilmu kiranya tidak bisa dilepaskan dari fungsi filsafat secara keseluruhan, yakni :

  1. Sebagai alat mencari kebenaran dari segala fenomena yang ada.
  2. Mempertahankan, menunjang dan melawan atau berdiri netral terhadap pandangan filsafat lainnya.
  3. Memberikan pengertian tentang cara hidup, pandangan hidup dan pandangan dunia.
  4. Memberikan ajaran tentang moral dan etika yang berguna dalam kehidupan
  5. Menjadi sumber inspirasi dan pedoman untuk kehidupan dalam berbagai aspek kehidupan itu sendiri, seperti ekonomi, politik, hukum dan sebagainya. Disarikan dari Agraha Suhandi (1989) Baca lebih lanjut

Substansi Filsafat Ilmu

Telaah tentang substansi Filsafat Ilmu, Ismaun (2001) memaparkannya dalam empat bagian, yaitu substansi yang berkenaan dengan:

  • Fakta atau kenyataan;
  • Kebenaran (truth);
  • Konfirmasi;
  • Logika inferensi.

1. Fakta atau Kenyataan

Fakta atau kenyataan memiliki pengertian yang beragam, bergantung dari sudut pandang filosofis yang melandasinya.

  1. Positivistik berpandangan bahwa sesuatu yang nyata bila ada korespondensi antara yang sensual satu dengan sensual lainnya.
  2. Fenomenologik memiliki dua arah perkembangan mengenai pengertian kenyataan ini. Pertama, menjurus ke arah teori korespondensi yaitu adanya korespondensi antara ide dengan fenomena. Kedua, menjurus ke arah koherensi moralitas, kesesuaian antara fenomena dengan sistem nilai.
  3. Rasionalistik menganggap suatu sebagai nyata, bila ada koherensi antara empirik dengan skema rasional, dan
  4. Realisme-metafisik berpendapat bahwa sesuatu yang nyata bila ada koherensi antara empiri dengan obyektif.
  5. Pragmatisme memiliki pandangan bahwa yang ada itu yang berfungsi. Baca lebih lanjut

Nilai Intelektual Filosofis dalam Kajian Metafisis

Oleh: Bandeh Khudo

Masalah ketuhanan Nahjul Balaghah terbagi dalam dua kategori: (1) dunia materi dengan segala sistem yang berlaku di dalamnya; dunia ini diteliti sebagai kaca yang mencerminkan ilmu dan kesempurnaan penciptanya, dan (2) pemikiran rasional dan perhitungan filosofis murni, dan mayoritas pembahasan Nahjul Balaghah mengenai ketuhanan masuk kategori yang kedua ini, seperti saat membahas sifat Kamâl dan Jalâl Tuhan yang hanya menggunakan metodologi rasional filosofis.

Sebagaimana kita ketahui bersama, ada perbedaan pendapat dan keraguan di sebagian orang ketika berbicara tentang nilai pembahasan dan penggunaan metode berpikir rasional filosofis. Sejak dahulu kala sampai sekarang, ada orang-orang yang melarang metodologi ini karena bertentangan dengan syariat atau akal, bahkan keduanya. Di zaman kita sekarang, ada kelompok yang beranggapan bahwa hati Islam berseberangan dengan analisa dan argumentasi seperti ini. Akibatnya muslimin dalam mengkaji permasalahan di atas terpengaruh oleh filsafat Yunani dan tidak lagi mengambil petunjuk atau ilham yang diberikan kitab suci mereka, Al-Qur’an. Padahal apabila ajaran-ajaran Al-Qur’an direnungkan secara teliti dan benar, niscaya mereka tidak akan mengalami pembahasan yang rumit dan berlika-liku. Maka dari itu, pada akhirnya mereka meragukan otensitas dan penisbatan kajian rasional ketuhanan Nahjul Balaghah kepada Amirul Mukminin as. Baca lebih lanjut

Sumbangan Epistemologi Islam

Oleh: Rudhy Suharto

Pertanyaan paling mendasar dalam dunia ilmu pengetahuan adalah bagaimana bentuk epistemologi Islam itu? Dewasa ini berbagai usaha telah dilakukan sebagai upaya untuk memahami kerangka dasar epistemologi Islam agar dapat dibedakan dengan Barat. Usaha ini menuntut perhatian dan motivasi yang lebih untuk membedah permasalahan ini. Dan akan lebih berhasil guna jika  pendekatan analitis kritis seperti ini dilestarikan dengan memberikan definisi yang jelas dan tegas tentang konsep-konsep yang digunakan di dalam epistemologi.

Dalam teori ilmu pengetahuan Islam, terma yang sering digunakan untuk istilah ilmu pengetahuan adalah ‘ilm. Terma ‘ilm dalam bahasa Arab berkonotasi lebih luas dibandingkan sinonimnya dalam bahasa Inggris dan bahasa-bahasa lain yang digunakan di Eropa. Dalam terma Inggrisnya ‘ilm biasa disebut knowledge yang cakupan makna dan konotasinya lebih miopik. Knowledge yang digunakan di dunia Barat berarti keterangan tentang sesuatu baik bersifat ilahiah atau ragawi. Sedangkan ‘ilm, menurut Wahid Akhtar, adalah meliputi seluruh aspek yang terdiri dari teori, aksi dan edukasi. Terma ‘ilm ini bagi peradaban Islam dan Muslimin memberikan satu nuansa tersendiri. Baca lebih lanjut

Epistemologi dalam Filsafat Barat Modern

Oleh: Mohammad Adlany

Filsafat modern dimulai pada zaman Rene Descartes (1596-1650 M) dan Francis Bacon (1561-1626 M). Akan tetapi, peran dominan Descartes lebih tampak karena berupaya mengembangkan aspek-aspek epistemologi dalam era baru filsafat Barat.

Ruang pemikiran dimana Descartes hidup sangat berperan dalam mempengaruhi pemikiran-pemikirannya. Di bawah ini akan disebutkan beberapa aspek yang mempengaruhi pikiran-pikirannya:

  1. Lahirnya penemuan-penemuan baru ilmiah yang dimotori oleh Copernicus, Johannes Kepler, dan Galileo;
  2. Penciptaan teleskop yang berefek pada penolakan beberapa asumsi-asumsi yang tidak benar pada masa lalu;
  3. Penemuan benua Amerika dan perubahan teori terhadap bentuk bumi;
  4. Direbutnya ibukota Yunani dan dikenalnya budaya ilmiah kaum muslimin oleh Eropa;
  5. Dibentuknya mazhab baru Protestan oleh Martin Luther (1483 – 1546 M) dan berkurangnya kekuasaan gereja;
  6. Lahirnya teolog baru seperti Francis Bacon dan bangkitnya aliran baru melawan pemikir-pemikir lama yang diiringi oleh penolakan filsafat Aristoteles;
  7. Munculnya beberapa pandangan yang menolak secara mutlak pemikiran filsafat yang kemudian berujung pada Skeptisisme yang dipelopori oleh Francisco Sanches (1551-1623 M).[1] Baca lebih lanjut

Epistemologi pada Zaman Yunani Kuno dan Abad Pertengahan

Oleh: Mohammad Adlany

Perjalanan historis epistemologi dalam filsafat Islam dan Barat memiliki perbedaan bentuk dan arah. Perjalanan historis epistemologi dalam filsafat barat ke arah skeptisisme dan relativisme. Skeptisisme diwakili oleh pemikiran David Hume, sementara relativsime nampak pada pemikiran Immanuel Kant.

Sementara perjalanan sejarah epistemologi di dalam filsafat Islam mengalami suatu proses yang menyempurna dan berhasil menjawab segala bentuk keraguan dan kritikan atas epistemologi. Konstruksi pemikiran filsafat Islam sedemikian kuat dan sistimatis sehingga mampu memberikan solusi universal yang mendasar atas persoalan yang terkait dengan epistemologi. Pembahasan yang berhubungan dengan pembagian ilmu, yakni ilmu dibagi menjadi konsepsi (at-tashawwur)[1] dan pembenaran (at-tashdiq)[2], atau hushûlî dan hudhûrî, macam-macam ilmu hudhûrî, dan hal yang terkait dengan kategori-kategori kedua filsafat[3]. Walaupun masih dibutuhkan langkah-langkah besar untuk menyelesaikan persoalan-persoalan partikular yang mendetail di dalam epistemologi. Baca lebih lanjut

Apa Itu Epistemologi?

Oleh: Mohammad Adlany

Ilmu-ilmu yang dimiliki oleh manusia berhubungan satu sama lain, dan tolok ukur keterkaitan ini memiliki derajat yang berbeda-beda. Sebagian ilmu merupakan asas dan pondasi bagi ilmu-ilmu lain, yakni nilai dan validitas ilmu-ilmu lain bergantung kepada ilmu tertentu, dan dari sisi ini, ilmu tertentu ini dikategorikan sebagai ilmu dan pengetahuan dasar. Sebagai contoh, dasar dari semua ilmu empirik adalah prinsip kausalitas dan kaidah ini menjadi pokok bahasan dalam filsafat, dengan demikian, filsafat merupakan dasar dan pijakan bagi ilmu-ilmu empirik. Begitu pula, ilmu logika yang merupakan alat berpikir manusia dan ilmu yang berkaitan dengan cara berpikir yang benar, diletakkan sebagai pendahuluan dalam filsafat dan setiap ilmu-ilmu lain, maka dari itu ia bisa ditempatkan sebagai dasar dan asas bagi seluruh pengetahuan manusia.

Namun, epistemologi (Theory of Knowledge, teori pengetahuan), karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia, termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan. Walaupun ilmu logika dalam beberapa bagian memiliki kesamaan dengan epistemologi, akan tetapi, ilmu logika merupakan ilmu tentang metode berpikir dan berargumentasi yang benar, diletakkan setelah epistemologi. Baca lebih lanjut